Back To Top
SDN KEDUNGDOWO MENCETAK GENERASI MUDA YANG SHOLEH-SHOLEHA CERDAS DAN BERPRESTASI
Website Official SDN KEDUNGDOWO. Alamat Jln. Seruni No.09 Kedungdowo, Ploso, Jombang, Jawa Timur, Indonesia 61453. Email: sdnkedungdowo@gmail.com.

Rabu, 14 April 2021

Mengintip Menu Sahur Bersejarah Saat Pengetikan Teks Proklamasi

 



Ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menjadi titik balik kolonialisme di Hindia Belanda. Berita kekalahan Jepang dari pasukan sekutu menjadi angin segar bagi Indonesia. Golongan muda yang memiliki sifat agresif-progresif tidak sabar menuntut kemerdekaan Indonesia. Menculik Soekarno-Hatta jadi salah satu hal yang mereka lakukan saat itu.

Karena kejadian itu, Soekarno-Hatta harus segera mempersiapkan pelaksanaan proklamasi. Mereka harus mempersiapkan teks yang akan dibacakan kepada masyarakat luas. Peristiwa ini sendiri terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, atau bertepat dengan 8 Ramadhan 1364 Hijriah atau dalam suasana bulan suci penuh berkah.

Setelah dari Rengasdengklok, Achmad Soebardjo dan para pemuda membawa dua tokoh besar itu ke rumah Laksama Maeda. Disinilah teks proklamasi kemerdekaan akhirnya dirumuskan.

Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis disebutkan jatuhnya pilihan pada rumah Laksamana Maeda karena rumah tersebut punya hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang, sehingga kedua pemimpin itu tetap aman.

Di ruang makan Laksamana Maeda dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M Hatta, dan Achmad Soebardjo. Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.

Menu sahur

Ruang makan itu menjadi saksi bisu penyusunan teks proklamasi. Setelah semalaman berembuk, akhirnya pada dini hari 9 Ramadan 1364, tepat 76 tahun lalu dalam perhitungan Hijriah, teks itu selesai dan segera diketik. Karena bertepatan dengan hadirnya bulan suci Ramadan, para tokoh bangsa tetap melaksanakan ibadah puasa. Karena itulah mereka juga menyantap makanan saat sahur.

Mengutip buku "Sekitar Proklamasi” (1981), Muhammad Hatta mengisahkan bahwa sebelum pulang ke kediamannya, beliau sempat menyantap roti, telur, dan ikan sarden yang dimasak di rumah Maeda sebagai menu sahur.

“Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang saja masih dapat makan sahur di rumah Admiral Mayeda. Karena nasi tidak ada, jang saja makan ialah roti, telur, dan ikan sardines. Tetapi tjukup mengenyangkan,” tulisnya dalam buku tersebut.

Para tokoh ini menyantap hidangan sahur yang dimasak oleh Maeda, yakni Satsuki Mishima. Tak hanya itu, orang-orang yang masih berkumpul di kediaman Tadashi Maaeda juga disuguhi berbagai makanan dan minuman.

“Sebelum pulang, Soekarno dan Hatta makan sahur dengan roti, telur, dan sarden. Setelah pamit dan mengucapkan terima kasih kepada Laksamana Maeda, mereka pulang. Soekarno menurunkan Hatta di Oranje Boulevard. Orang-orang lain yang ada di tempat itu makan apa yang disajikan oleh Ny, Misima yang menyediakan makan dan minum untuk hadirin,” tulis Prof. Suhartono sebagaimana dikutip dalam bukunya "Kaigun, Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis Proklamasi" (2007).

Sahur saat itu tampaknya menjadi bersejarah, karena keesokan harinya Indonesia menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.

Usai santap sahur, kedua proklamator itu pulang dengan Hatta diantar mobil Soekarno. Hampir tidak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka, karena lelah dan terkurasnya tenaga keduanya dalam beberapa hari terakhir.

Proklamasi saat Ramadan

Golongan muda memang ingin proklamasi dilakukan secepat mungkin. Tapi Soekarno dan tokoh lain meminta agar peristiwa besar itu tidak dilakukan secara tergesa-gesa.

"Pertama kita berada dalam bulan suci Ramadhan. Tanggal 17 jatuh pada hari Jum'at. Al Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Orang Islam melakukan sholat 17 rakaat dalam sehari, ucap Soekarno seperti ditulis dalam situs Museum Kepresidenan Balai Kirti, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.

"Kemudian aku mendengar kekalahan Jepang dan kemudian aku berfikir kita harus segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemudian aku menyadari bahwa takdir Tuhan bahwa peristiwa itu akan jatuh tanggal 17. Revolusi mengikuti setelah itu," tambahnya.

Dalam buku Api Sejarah 2 tulisan Ahmad Mansur Suryanegara, disebutkan Bung Karno memilih angka 17 itu karena angka yang baik, 17 merupakan jumlah rakaat salat dalam satu hari, selain itu juga 17 Ramadan hari diturunkannya Alquran dan Jumat merupakan hari yang mulia.

Para pejuang akhirnya hadir di Pegangsaan Timur saat itu. Pun Bung Karno dan Bung Hatta, dua tokoh pemimpin negara baru yang lahir beberapa menit lalu, nasibnya pun belum menentu.

Setiap orang yang hadir dan terlibat dalam Proklamasi Kemerdekaan itu, dilamun perasaan lega sekaligus gamang. Lega karena Republik Indonesia telah lahir. Gamang, karena tahu bahwa perjuangan masih panjang.

Berita kemerdekaan disiarkan melalui radio hingga ke pelosok daerah. Tidak ada pesta atau perayaan besar. Proklamasi dilaksanakan dalam kondisi sederhana, meski begitu rakyat Indonesia yang kala itu tengah menjalankan ibadah puasa merasa gembira dan bersyukur perjuangan mereka melawan penjajah akhirnya berbuah manis.

sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/04/13/mengintip-menu-sahur-bersejarah-saat-pengetikan-teks-proklamasi

Artikel ini dibuat oleh Penulis Terverifikasi GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.